DI JUAL Kios Lantai 3 Blok G-9 No. 6 Pusat Grosir Surabaya. Harga Rp. 450.000.000,- Hubungi Ully 082131460201.

Kesalahan Nalar dalam Karangan Ilmiah Mahasiswa

Pernah dimuat di Jurnal Magister Scientiae (2002), Universitas Widya Mandala (UWM) Surabaya


D. Jupriono

Fakultas Sastra, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Kesalahan penalaran yang terjadi dalam karangan ilmiah mahasiswa dapat dikelompokkan ke dalam delapan jenis. Kedelapan salah nalar tersebut adalah  fallacy of dramatic instance atau overgeneralisasi, fallacy of retrospective determinism, yang mentakdirkan segala masalah, post hoc ergo propter hoc, yakni memvonis kejadian sebelumnya sebagai penyebab sesudahnya, fallacy of misplaced concretness, yakni mengkonkretkan yang abstrak,  argumentum ad verecundian, yakni menyandarkan pendapat pribadi pada otoritas tertentu,  fallacy of composition, yang menganggap kecocokan yang satu untuk semua hal, circular reasoning, yang menggunakan kesimpulan untuk mendukung pendapat yang digunakan lagi untuk menuju kesimpulan itu, dan gobbledygook, yakni bertumpangtindihnya berbagai ide, berbelit-belitnya pengungkapan.



D. Jupriono

Pusat Penelitian Sastra dan Strategi Kebudayaan (PPSSK), Lembaga Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPKM), Untag Surabaya


Ditemukan jenis kesalahan relevansi dan kesalahan ambiguitas dalam paragraf argumentasi pada karangan ilmiah (makalah) sebagai cerminan pola penalaran mahasiswa. Dengan pendekatan kualitatif dan metode preskriptif, data diambil dengan teknik dokumentasi dan mengikuti prinsip kejenuhan informasi, kemudian dianalisis dengan teknik analisis domain dan analisis taksonomi. Akhirnya ditemukan bahwa dalam mengekspresikan pikirannya ke dalam bentuk paragraf argumentasi makalah, mahasiswa melakukan 6 kesalahan relevansi dan 4 kesalahan ambiguitas. Keenam kesalahan relevansi itu adalah:  fallacy of dramatic instance, fallacy of retrospective determinism, post hoc ergo propter hoc, fallacy of misplaced concretness, argumentum ad verecundian, dan fallacy of composition. Sementara, keempat kesalahan ambiguitas adalah: circular reasoning, gobbledygook, amphibole (grammatical construction),  dan equivocation. Sedangkan, dari seluruh makalah yang diteliti, tidak ditemukan terjadinya jenis kesalahan akibat pemakaian  makna kiasan.


Sudah Tepatkah 20 Mei sebagai Harkitnas?

D. Jupriono
Pusat Penelitian Sastra dan Strategi Kebudayaan (PPSSK), LPPKM, Untag Surabaya


Jika bukan BO, lalu organisasi nasional apa yang lebih pantas ditetapkan sebagai organisasi yang bangkit kali pertama? Yang lebih tepat bukan Sarekat Islam (SI), bukan pula Indische Partij (IP), melainkan Perhimpunan Indonesia (PI) yang berdiri pada 15 November 1908 di negeri Belanda. Sebagai perhimpunan politis mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda, PI berjuang untuk “kemerdekaan Indonesia”. Kali pertama berdiri pada 1908, PI semula bernama Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia) dengan ketua Sutan Casyangan Saripada. Pada 1922 saat diketuai Hermen Kartawisastra namanya berubah menjadi Indonesische Vereeniging yang bersaing dengan terjemahannya, Perhimpunan Indonesia.  Sejak 1925 saat diketuai Sukiman lalu diteruskan Moh Hatta hanya nama Perhimpunan Indonesia-lah yang dipakai.

Politik Pencitraan Presiden SBY Melalui Bentuk Kalimat: Kajian Linguistik Kritis

Naskah Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Tahun 2010, Hasil Penelitian Hibah Penelitian DP2M Ditjen Dikti, Kementerian Pendidikan Nasional Untuk Berkala Nasional Terakreditasi, Hotel Equator Surabaya, 26—29 Agustus 2010

D. Jupriono
Pusat Penelitian Sastra & Strategi Kebudayaan (P2S2K), LPPKM, 
Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya


Fokus kajian penelitian adalah bentuk kalimat (aktif-pasif, pronomina persona, posisi proposisi, nominalisasi) pada pidato SBY selama 2004—2008 sebagai data riset. Dengan pendekatan linguistik kritis Fowler dan van Dijk, analisis data menghasilkan temuan berikut: (1) Kalimat aktif dipilih SBY untuk menyampaikan keberhasilan, sedang kalimat pasif dipakai untuk menyatakan kegagalan. (2) Proposisi klausa yang berisi keberhasilan ditonjolkan dengan diposisikan di depan, sedang yang berisi kegagalan disamarkan di belakang. (3) Kata ganti kita dipilih untuk menyampaikan hal negatif dan menghindari kritik; kata saya dan pemerintah untuk menyampaikan hal positif, kata ganti mereka, siapa pun, atau sebutan langsung suatu kolektif dipakai untuk memberi peringatan atau ancaman. (4) Nominalisasi dimanfaatkan SBY untuk menyembunyikan kegagalan menjalankan program pembangunan, sehingga citranya sebagai pemimpin yang sukses tidak ternodai. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa SBY memanfaatkan bentuk kalimat sebagai media politik pencitraan diri sebagai pemimpin yang sukses dan sebagai topeng untuk menutupi kegagalan dan menghindari kritik.


Kata kunci:  politik pencitraan, linguistik kritis, kalimat aktif-pasif, nominalisasi, proposisi


Kata Serapan Bahasa Sanskerta Dalam Bahasa Indonesia

Pernah dimuat dalam jurnal Parafrase 2008, jurnal ilmiah kebahasaan dan kesastraan Fakultas Sastra, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

D. Jupriono
Fakultas Sastra,  Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya

Abstract

Kata-kata dari bahasa Sanskerta diserap ke dalam bahasa Indonesia melalui empat cara: (1) penyerapan langsung bentuk transkripsi ortografis dan makna leksikalnya; (2) penyerapan langsung bentuk transkripsi ortografis, tetapi maknanya berubah; (3) penyerapan dengan perubahan bentuk transkripsi ortografis tanpa mengubah maknanya; (4) penyerapan dengan perubahan bentuk transkripsi ortografis sekaligus makna kata-kata yang diserap. Ketidaktahuan penutur bahasa Indonesia terhadap bentuk asli, makna asal, serta bentuk-bentuk kata serapan yang secara ortografis mirip dengan bentuk lain mengakibatkan munculnya masalah dalam pemakaian berupa kesalahpahaman konsep dasar, kesalahan generalisasi, dan keanehan/pertentangan makna kosakata serapan dalam pemakaian.

Keywords: kata serapan/pinjaman, transkripsi ortografis, perubahan makna, peminjaman leksikal 

Menggugat Etika Jawa dalam Novel Donyane Wong Culika Karya Suparto Brata




D. Jupriono
Fakultas Sastra, Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya
Sukarno H.S.
Lembaga Penelitian, Untag Surabaya

Nilai-nilai etika Jawa yang direpresentasikan dalam novel Donyane Wong Culika (2004) karya Suparto Brata adalah prinsip menjaga dan mempertahankan keselarasan sosial melalui kerukunan, hormat, malu, isin, dan sungkan, dengan menekan ambisi dan kepentingan pribadi. Representasi nilai-nilai etika Jawa dalam novel ini juga dilanggar baik oleh tokoh-tokoh kasar strata bawah (jelata, masyarakat bawah) maupun oleh kelas strata atas priyayai, pejabat, dan bangsawan. Melalui pelukisan karakter dan perilaku tokoh-tokoh dalam novel ini, Suparto Brata sesungguhnya menggugat etika Jawa yang diklaim lebih luhur sebab terbukti bahwa baik orang bawah maupun priyayi sama–sama melakukan perilaku nista, keculasan dan selingkuh.


Kemampuan Mahasiswa Mengaplikasikan Kritik Sastra Marxis dalam Penelitian Sastra Interdisipliner

D. Jupriono
Fakultas Sastra,  Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya



Kondisi objektif penelitian mahasiswa yang berperspektif kritik sastra marxis menunjukkan tiga kecenderungan.  (1) Sedikit sekali jumlah penelitian yang mengaplikasikan rumpun teori sastra marxis. (2) Dari sekian banyak teori sastra marxis, yang paling dominan dipilih mahasiswa adalah pandangan dari Karl Marx. (3) Penguasaan dan aplikasi teori sastra marxis dalam penelitian mahasiswa masing jauh dari yang diharapkan. Prinsip dasar rumpun teori sastra marxis (Marx & Engels, Lenin, Lukacs, Brecht, Zima, Plekanov, Marcuse, Benjamin, dan Trotsky) adalah bahwa: karya sastra harus berpihak kepada penderitaan golongan proletar; karya sastra harus memperlihatkan perlawanannya kepada golongan borjuis;  pemihakan dan perlawanan tersebut harus direpresentasikan melalui karya realisme sosialis dengan bahasa lugas sehingga mampu membangkitkan kesadaran golongan tertindas.