DI JUAL Kios Lantai 3 Blok G-9 No. 6 Pusat Grosir Surabaya. Harga Rp. 450.000.000,- Hubungi Ully 082131460201.

Analisis Framing Berita Pembunuhan dalam Asahi Shinbun dan Yomiuri Shinbun



Wahyu Setiorini
alumni Prodi Bahasa Jepang, Fakultas Sastra, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Parwati Hadi Noorsanti
dosen Prodi Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya (FIB); peneliti pada Pusat Kajian Budaya Jepang, Universitas Airlangga (Unair), Surabaya

D. Jupriono
dosen Fakulaltas Sastra dan FISIP; peneliti pada Pusat Kajian Media Massa dan Media Komunikasi Tradisional (PKM3KT), LPPKM; Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya


Abstrak. Fokus umum riset ini adalah perbedaan pembingkaian berita pembunuhan antara harian Asahi Shinbun dan Yomiuri Shinbun. Secara lebih khusus, akan ditelaah pembingkaian lewat: (a) pilihan kata (simbol) serta penonjolan atau minimalisasi realitas yang dilakukan dalam judul, teras, dan tubuh berita; (b) motif yang melatarbelakangi pembingkaian peristiwa kedua surat kabar tersebut. Data penelitian, yang berupa berita pembunuhan terhadap seorang gadis yang dimuat pada harian Asahi Shinbun dan Yomiuri Shinbun,dikaji dengan analisis pembingkaian (framing analysis, sebagai salah satu Critical Discourse Analysis. Temuan penelitian ini adalah: Asahi mengaburkan tersangka pembunuhan dan seolah-olah menyalahkan korban, sedang Yomiuri mengungkap fakta orang–orang yang dicurigai melakukan pembunuhan dan lebih berpihak pada korban. Asahi bersikukuh pada objektivitas dalam tradisi positivisme dan linguistik deskriptif, sedang Yomiuri menjaga “etika partisipatoris” (participatory ethic), yang berpihak pada korban, subalternan, dan kelompok lemah dan dilemahkan oleh struktur sosial yang tidak adil, terutama dalam masyarakat kapitalistik.
Kata Kunci: analisis framing, minimalisasi, pembingkaian peristiwa, critical discourse analysis, participatory ethic



PENDAHULUAN
Analisis framing diterapkan untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok , dll.) dibingkai media melalui proses konstruksi. Di sini, realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu, dan peristiwa dipahami dengan bentukan tertentu. Analisis framing bukan hanya bagian dari teknis jurnalistik, tetapi lebih dari itu juga menandakan bagaimana peristiwa tersebut dimaknai dan ditampilkan (Eriyanto, 2002: 3).
Ada dua esensi utama framing. Pertama, bagaimana peristiwa dimaknai, bagian mana yang diliput dan mana yang tidak diliput. Kedua, bagaimana fakta itu ditulis. Aspek ini berhubungan dengan pemakaian kata, kalimat, dan gambar untuk mendukung gagasan. Dengan adanya kesadaran akan esensi ini, seyogianya para wartawan sadar bahwa mereka tidak sepenuhnya objektif, adil, dan netral dalam memberitakan suatu peristiwa, seperti yang mereka klaim selama ini bahwa berita yang mereka hadirkan merupakan suatu realitas.
Di Indonesia penelitian analisis framing tergolong relatif baru, utamanya dalam disiplin ilmu komunikasi. Dalam disiplin linguistik, analisis framing sebagai bagian dari analisis wacana masih jarang ditemui. Mempertimbangkan kelangkaan tersebut, dalam riset ini sengaja dipilih analisis framing untuk membedah isi berita dalam Asahi Shinbun dan Yomiuri Shinbun.
Dalam penelitian ini, masalah yang dibahas adalah sebagai berikut. Bagaimanakah pembingkaian peristiwa lewat pilihan kata (simbol), penonjolan, minimalisasi, dan motif kepentingan terhadap berita pembunuhan pada harian Asahi Shinbun dan Yomiuri Shinbun?

LANDASAN TEORETIS
Analisis Wacana Kritis
Wacana dalam perspktif AWK dipahami sebagai penggunaan bahasa sebagai praksis sosial (Fairclough dalam Jupriono, 2004). Wacana dalam AWK versi Fairclough akan dilihat secara simultan  sebagai tiga dimensi, yaitu (1) teks bahasa, lisan maupun tulis; (2) praksis kewacanaan, yaitu produksi dan interpretasi teks, dan; (3) praksis sosiokultural, yakni perubahan masyarakat, lembaga, budaya yang menentukan bentuk dan makna wacana.
Wacana membentuk dan mengkonstruksikan peristiwa tertentu dan gabungan dari peristiwa-peristiwa tersebut ke dalam narasi yang dapat dikenali oleh kebudayaan tertentu.
Analisis wacana kritis (AWK) mendasarkan diri pada penafsiran peneliti pada teks. Hal ini sangat berbeda dengan analisis isi kuantitaif (positivistik) yang menghindari penafsiran. AWK lebih ke penafsiran karena dengan penafsiran, teks bias lebih didalami serta makna yang ada di baliknya dapat disingkap (Santoso, 2000).
Kelahiran AWK bertujuan menyempurnakan analisis wacana (struktural, deskiptif) sebelumnya agar lebih relevan dengan merobohkan batas-batas kontrol akademis dan masuk ke dalam bidang-bidang sosiopolotik. Sangat disadari bahwa wacana hanyalah gejala dari persoalan yang lebih besar, lebih mendesak, semacam ketidaksetaraan, perbedaan kelas, ketimpangan gender, rasialisme, dominasi, subordinasi yang melibatkan lebih daripada sekedar teks dan tuturan (van Dijk, dalam Jupriono, 2007). Oleh karena itu, AWK berusaha berperan serius dalam wacana ketimpangan gender, laporan dan pemberitaan media massa, undang-undang kekuasaan dalam wacana otoritas, komunikasi lintas budaya, wacana politik dan birokrasi, tanya jawab pengadilan, wawancara dokter-pasien, dimana terdapat relasi kekuasaan yang tidak setara antarpartisipan komunikasi (Jupriono, 2004: 19).

Fokus Kajian AWK
Critical Linguistik memusatkan analisis wacana pada bahasa dan menghubungkan dengan ideologi. Kajian AWK melihat bagaimana kosakata dan gramatika bahasa membawa posisi dan makna ideologi tertentu. Dengan kata lain, aspek ideologi ini diamati dengan melihat pilihan bahasa dan struktur tata bahasa yang dipakai (Abrar, 2000). Oleh karena itu, yang perlu dikritisi adalah pemakaian bahasa yang ditampilkan oleh media. Proses ini sangat berhubungan dengan pemakaian bahasa dalam menuliskan realitas untuk dibaca oleh khalayak.
Pada umumnya terdapat tiga cara yang dilakukan pekerja media massa ketika menampilkan realitas dalam bentuk berita. Ketiga cara tersebut adalah: (1) pilihan kata (simbol), (2) penonjolan atau penghilangan realitas dalam konstruksi pembingkaian berita, dan (3) motif kepentingan yang mendasari penulisan berita (Sobur, 2001: 167; cf. Jupriono, 2007).

Konsep Dasar Analisis Framing
Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada dalam kategori penelitian konstruksionis yang dalam hal ini merupakan analisis kritis terhadap suatu teks atau berita. Paradigma ini memandang realitas kehidupan sosial  bukanlah realitas yang natural, tetapi hasil dari konstruksi. Oleh karena itu, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk (Eriyanto, 2002: 20).
Ada dua aspek dalam framing. Pertama, pemilihan fakta atau realitas. Kedua, penulisan fakta. Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi bahwa wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang dipilih dan apa yang dibuang. Bagian mana yang ditekankan dalam realitas, bagian mana dari realitas yang diberitakan dan mana yang tidak diberitakan (Eriyanto, 2002: 67).
Framing umumnya ditandai dengan menonjolkan aspek tertentu dari realitas. Dalam penulisan sering disebut sebagi fokus. Berita secara sadar atau tidak diarahkan pada aspek tertentu (Sobur, 2001). Akibatnya ada aspek lainnya yang tidak mendapatkan perhaian yang memadai. Pemberitaan suatu peristiwa dari perspektif politik, misalnya mengabaikan aspek lain ekonomi, sosial, dan sebagainya.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan konstruktivisme. Pendekatan ini memandang bahasa bukan alat untuk memahami realitas objek belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan –hubungan sosialnya. Dalam hal ini, subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Bahasa dipahami dalam paradigma ini diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri pembicara. (cf. Tim LSPS, 2000).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskritif kualitatif. Dalam penelitian deskritif kualitatif, analisis isi dipilih untuk melihat keajegan isi komunikasi secara kualitatif, pada bagaimana peneliti memaknakan isi komunikasi, membaca simbol-simbol, memaknakan isi interaksi simbolik yang terjadi dalam komunikasi (Bungin, 2004: 174).
Untuk mendapatkan data yang akurat, teknik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi (Moleong, 1990). Data dikumpulkan dari teks berita yang didapat pada Asahi Shinbun dan Yomiuri Shinbun, yakni berita yang sama pada tanggal yang sama diterbitkan oleh kedua surat kabar. Untuk menemukan data penelitian, peneliti membaca, membandingkan dan mengelompokan teks berita tersebut, lalu menerjemahkan berita-berita tersebut ke dalam bahasa Indonesia.
Data dalam penelitian ini dianalisis dengan dengan teknik analisis framing. Instrumen analisis yang dipakai adalah instrument kreatif (human instrument) (Hasan, 1990). Adapun langkah-langkah analisis data adalah sebagai berikut: (1) Menafsirkan maksud yang berada di balik pilihan kata pada judul, teras, dan tubuh berita pembunuhan, dan penculikan pada harian Asahi Shinbun dan Yomiuri Shinbun. (2) Membaca dua berita yang bertema sama pada kedua surat kabar lalu membandingkan judul, fokus, serta tubuh berita, sehingga akan diketahui berita apa saja yang diminimalisasi serta ditonjolkan oleh masing-masing surat kabar. (3) Menafsirkan perbedaan motif kepentingan antara Asahi Shinbun dan Yomiuri Shinbun.

ANALISIS DATA
Pembingkaian Berita Pembunuhan
Sari Berita Pembunuhan
Pada 22 April 2006, Asahi Shinbun dan Yomiuri Shinbun mengangkat fakta pembunuhan terhadap seorang siswa SMP di Nakatsugawashi yang dilakukan di sebuah gedung kosong bekas tempat pachinko. Bangunan tempat korban dibunuh sudah ditelantarkan sejak lima tahun sebelumnya. Nao san (13 tahun ) adalah seorang siswi SMP kelas dua  di Nakatsugawashi. Ibunya, Shimizu Keiko san (40 tahun), merupakan seorang pengusaha restoran setempat. Gadis itu menghilang sejak tanggal 19 malam dan ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa di salah satu ruangan lantai tiga bangunan kosong tersebut. Ketika ditemukan oleh petugas, ia masih mengenakan seragam senam sekolahnya lengkap dengan sneaker putih. Di lehernya ada bekas lilitan  dan darah mengalir dari kepalanya. Sampai saat berita ini diturunkan belum diketahui motif dan pelaku pembunuhan tersebut.

Analisis Framing Berita Pembunuhan
Penggunaan Kata (Simbol) dalam Judul, Teras, dan Tubuh Berita pada Asahi Shinbun dan Yomiuri Shinbun
Pemilihan kata yang dilakukan dalam berita pembunuhan terhadap siswi SMP tersebut pada Asahi dan Yomiuri adalah sebagai berikut (kutipan 1,2)

1)     Chuu 2 Onnanoko Korosareru (Asahi shinbun, halaman 1)
Siswi SMP kelas 2 dibunuh (judul)
Akitenpo itai hakken. Fumei 2 nichi taishochaku sugata
2 hari tidak diketahui keberadaannya, mayatnya ditemukan di sebuah toko kosong dengan masih menggunakan seragam senam (sub judul)

2)     Chuu 2 Onnanoko Korosareru (Yomiuri Shinbun, halaman 1)
Siswi SMP kelas 2 dibunuh (judul)
Akitenpo nai itai de hakken. Juukyuu yuu kara fumei.
Sejak tanggal 19 malam tidak diketahui keberadaannya, mayatnya ditemukan di dalam toko kosong (sub judul)

Pada dasarnya pemilihan kata dalam judul yang dilakukan oleh kedua surat kabar adalah sama. Bedanya, pada Yomiuri judul “ Siswi SMP Kelas 2 dibunuh” diberi aksentuasi kotak, sehingga akan mendapatkan perhatian dari pembaca. Selain foto korban, juga dimuat sebuah peta kecil yang menunjukkan tempat Nao san ditemukan, stasiun kereta, rumah korban, serta sekolahnya. Sebuah foto besar yang menampilkan tempat kejadian juga menempati halaman pertama Yomiuri  Shinbun.
Pada Asahi Shinbun, selain foto korban, hanya dimuat sebuah peta kecil yang juga menunjukkan tempat kejadian.  Asahi menekankan kata dua hari pada judul halaman pertama. Dengan menggunakan kata “Dua Hari Tidak Diketahui Keberadaanya”, pambaca akan berkonsentrasi pada lama waktu korban tidak ditemukan.
Berita di hal. 1 dilanjutkan di hal. 27 pada kedua surat kabar, sbb. (kutipan 3--6)

3)     Pachinko dai no tounan mo chuukousei no sugata tabitabi. (Asahi Shinbun, halaman 27)
Pencuri mesin pachinko pun kelihatan seperti murid SMP. (judul)
4)     Haitenpo, dare demo dehairi.
Toko terlantar, siapa pun bisa keluar masuk. (sub judul)
5)     “Wakai otto to issho”  mokugeki. (Yomiuri Shinbun, halaman 27)
“Dia bersama seorang pemuda”, kata saksi mata (judul)
6)     Keitai denwa mitsukarazu. Aki tempo, kagi kowareta mama.
HPnya tidak ditemukan. Kunci toko kososng itu rusak. (sub judul)

Judul pada halaman 27 harian Asahi mengaburkan pelaku pembunuhan, yaitu dengan menulis “siapa pun bisa keluar masuk”. Artinya orang yang dicurigai sebagai pelaku menjadi meluas. Di halaman itu juga dimuat foto bangunan pachinko dengan ukuran besar serta sebuah peta kecil yang menunjukkan rumah korban, pachinko, sekolah serta stasiun kereta dekat tempat korban diketahui keberadaannya untuk kali terakhir. Sementara, Yomiuri lebih menegaskan kemungkinan pelaku adalah seorang laki-laki muda lewat judul halaman 27 yaitu, “Dia bersama-sama dengan seorang pemuda” kata saksi mata. Dilanjutkan dengan “HPnya tidak ditemukan . Kunci toko itu rusak.” Dengan kenyataan bahwa kunci toko rusak, ada kesempatan bagi korban maupun pelaku untuk keluar masuk dengan mudah.
Ketika Asahi memuat tulisan “Toko terlantar , siapapun bisa keluar masuk”, akan semakin mengaburkan siapa pelaku sebenarnya karena pembaca diajak berfikir siapa saja bisa keluar masuk tempat kejadian. Harian Yomiuri, selain memuat peta kecil, juga memasang foto besar pada halaman 27, yaitu foto dari udara jarak antara tempat kejadian dan sekolah yang diberi aksentuasi lingkaran pada kedua tempat itu.
Dalam hal pemilihan kata pada teras berita, kedua surat kabar sama-sama menceritakan bahwa  pada 21 April 2006  pukul 14.20 ditemukan mayat siswi SMP di pachinko yang berada dalam bangunan kosong, seperti kutipan berita (7 dan 8 ).

7)     Nijuuichi nichi gogo niji nijuppun goro, Gifuken Nakatsugawashi Nakatsugawa no pachinko ten akitenpo nai de, doushi, inshokuten shokudo Shimizu Keiko san (40) no choujou, Nao san (13) (Doushiritsudai ni chuugaku 2 nen) ga, atamabu kara chi wo nagashi, kubi wo nuno de shimerareta joutai de shinde iru no wo, Nao san no yukue wo sagashite ita kekkei Nakatsugawa shoin ga hakken shita.

Pada tanggal 21 sekitar pukul 2.20 siang, di pachinko di Gifuken Nakatsugawashi Nakatsugawa yang berada dalam bangunan kosong, petugas menemukan mayat seorang siswi SMP Douritsudai kelas 2 yaitu Nao san (13) anak perempuan  pertama dari Shimizu Keiko san (40) seorang pengusaha restoran  di kota yang sama. Dia ditemukan di tempat kejadian dalam keadaan leher terjerat oleh  tali, darah mengalir dari bagian kepala.

8)     Nijuuichi nichi gogo ni nijuppun goro, Gifuken Nakatsugawashi Nakatsugawa no  pachinko ten ga haitte ita akitenpo nai de, shojou ga shibou shite iru no wo kenkei Natsugawa no shoin ga mitsuketa. Itai wa doushi Nakatsugawa, inshokuten shokudou Shimizu Keiko san (40) no choujou de doushiritsudai ni chuugakkou 2 nen no Nao san (13) de, sousaku onegai ga dete ita. Kubi ni ha nunojou no mono ga makitsukerarete shimerareta seki ga aru koto nado kara, kenkei wa kousatsu ni yoru satsujin jiken to mite, Nakatsugawa ni tokubetsu sousa honbu wo secchishi, yaku 100 nin taisei de sousa ni noridashita.

Pada tanggal 21 kira-kira pukul 2.20 siang, di pachinko Gifuken Nakatsugawashi Nakatsugawa yang ada di dalam toko kosong, petugas kepolisian Nakatsugawa menemukan mayat seorang gadis. Mayat itu adalah Nao san (13) anak perempuan pertama dari pengelola rumah makan  bernama Shiizu Keiko san (40), dia memohon untuk dilakukan penyelidikan . Di leher korban ditemukan ada bekas ikatan kain, menurut petugas ini adalah peristiwa pembunuhan. Di Nakatsugawasho dibentuk  satuan khusus, sekitar 100 orang diterjunkan untuk menyelidiki kasus ini.

Selanjutnya, setelah menceritakan bagiamana mayat ditemukan serta kondisi tubuh korban, harian Yomiuri menuliskan seorang saksi mata yang melihat korban bersama seorang laki-laki muda di dekat toko yang kosong itu pada tanggal 19 malam.
Harian Asahi terus menerus memberitakan  keadaan tempat kejadian, kronologi sejak Nao san menghilang sampai dengan kondisinya setelah menjadi mayat (kutipan (9), (10).

9)     (19 nichi yoru, akitenpo chikaku de, Nao san ga, wakai otoko to isshoni iru no wo mokugeki shita hito ga ori, kenkei de wa, naniraka no shitte iru kanousei mo aru to mite, Nao san no kouyuu kankei wo chuushin ni shirabete iru.)

Pada tanggal 19 malam, ada saksi mata yang mengatakan bahwa Nao san bersama seorang laki-laki muda berada di dekat toko yang kosong itu. Petugas mencari tahu apa saja yang diketahui oleh teman-teman Nao san mengenai keadaan ini.

10)  (Touge kouji ni kite ita taisouchaku no mama shojou no itai ga mitsukatta no wa, mado garasu mo taoreta moto pachinko ten no haioku datta. Gifuken Nakatsugawashi no chuugaku 2 nen  Shimizu Nao san (13) ga 12 nichi, jitaku kara 2 kiro hodo no basho de mitsukattan satsugai  jiken. 19 nichi yuu ni shinai no oogata shougyou shisetsu de yuujin to wakarete irai, yukue ga wakaranaku natta to iu. “tonikaku akaraui ko data” to kanojou no yuujin wa hanasu. Shojou wa naze korosareta no ka.)

Ketika ditemukan, mayat gadis itu mengenakan pakaian senam, di toko pachinko yang sudah terlantar, kaca jendela pun pecah. Pada 21 Nao san (13 tahun) murid kelas 2 SMP Gifuken Nakatsugawashi, ditemukan terbunuh di tempat kejadian yang berjarak dua kilometer dari rumahnya. Pada tanggal 19 malam di pusat perbelanjaan dalam kota sejak berpisah dengan temannya, tidak diketahui lagi keberadaannya. Kata teman perempuannya “dia adalah gadis periang. Kenapa gadis itu dibunuh?”

Pada judul halaman pertama, Asahi menekannkan klausa dua hari tidak diketahui keberadaannya (fumei 2 nichi), sehingga pembaca diajak berkonsentrasi pada lama waktu korban meninggal sebelum ditemukan, sedangkan Yomiuri menuliskan pada judul: sejak tanggal 19 malam tidak diketahui keberadaanya (19 yuu kara fumei). Tentu saja persepsi pembaca akan berlainan satu sama lain apabila hanya menbaca judul berita saja. Yomiuri pada halaman 27 memuat judul bahwa korban bersama-sama dengan seorang pemuda seperti pada kutipan (5), sedangkan Asahi sama sekali tidak menyebut tentang pemuda yang bersama-sama dengan korban di tempat kejadian. Dengan demikian, fakta bahwa korban datang  bersama seorang laki-laki dikaburkan oleh penulisan judul pada Asahi, yaitu keadaan toko yang kosong, sehingga siapa pun bisa keluar masuk, seperti pada kutipan (4).
Pada teras berita yang ada pada Asahi maupun Yomiuri sama-sama menulis kronologi waktu dan tempat korban menghilang sampai dengan ditemukan telah meninggal di sebuah toko kosong seperti pada kutipan (7) dan (8).
Pada tubuh berita, Yomiuri kembali menuliskan keberadaan seorang laki-laki yang bersama-sama dengan korban  seperti pada kutipan (9), sedangkan Asahi bahkan sama sekali tidak menulis mengenai keberadaan korban dengan orang lain, namun kembali menuliskan kronologi korban meninggal, seperti pada kutipan (8). Dengan menceritakan  secara berulang-ulang kronologi kejadian, pembaca diajak untuk berempati, merasa terenyuh, sehingga pelaku maupun orang-orang yang dicurigai pun akan luput dari pemikiran masyarakat.
Untuk mempermudah pemahaman atas perbedaan pembingkaian lewat penggunaan kata  dalam kedua harian, berikut ini disajikan visualisasinya (Tabel 1).

Tabel 1  Pembingkaian lewat pilihan kata (simbol) berita pembunuhan
No
Bagian Berita
Harian
Asahi
Yomiuri
1
Judul
Dua hari
Sejak tanggal 19 malam tidak diketahui keberadaanya
2
Teras
Toko kosong, siapa pun bisa keluar masuk
Bersama seorang pemuda
3
Tubuh

Bersama seorang pemuda

Dalam perspektif analisis framing, pemilihan kata dua hari, siapa pun , dan seorang pemuda, bukan sesuatu yang wajar alamai begitu saja. Sebagai sebuah kata yang dipilih, deretan kata-kata ini memicu makna dan maksud tertentu di mata pembacanya. Maka, realitas yang ditangkap pembaca sesungguhnya sudah dikonstruksi oleh media, atau wartawan yang menuliskan berita pembunuhan itu. (cf. Eriyanto, 2002: 67).
Pemakaian kata-kata tersebut –dan bukan kata lainnya-- tanpa disadari pembaca sesungguhnya meupakan upaya pembingkaian realitas yang diberitakan (Abrar, 2000). Dalam hal ini, harian Asahi dan Yomiuri tidaklah memproduksi berita, tetapi lebih mengarahkan dan menentukan (to define) pemberitaan tentang pembunuhan Nao san di pachinko tersebut (cf. Eriyanto, 2001). Maka, apa yang disebut ‘objektif’ dalam pemberitaan –seperti yang diyakini awam selama ini-- sesungguhnya sudah berlumur dengan subjektifitas media (Sobur, 2001).

Penonjolan atau Minimalisasi Realitas dalam Judul, Teras, dan Tubuh Berita
Harian Asahi meminimalisasi sebuah fakta bahwa dalam kasus tersebut seharusnya ada pelaku atau orang yang dicurigai sebagai pelaku pembunuhan. Dengan menulis bahwa toko tersebut terlantar, siapa pun bisa keluar masuk, pembaca akan menginterpretasikan bahwa hal tersebut juga salah  korban sendiri karena telah bermain di sana. Penulisan itu juga semakin memperluas daftar orang yang dicurigai karena kenyatannya banyak yang memasuki tempat itu, seperti pada kutipan (4). Kemudian, pada teras berita ditulis (kutipan 11 & 12):

11)  hairi guchi tobira no garasu wa taorete ita. “Hairu ki ni ireba, dare demo hareta” Nao san ga itai de mitsukatta haitenpo de wa, jimoto no chuukosei ga dehairi suru sugata ga tabitabi mokugeki sarete ita. (Asahi Shinbun, halaman 27).

Kaca pintu masuk di halaman depan telah pecah. “Kalau ingin masuk, siapa pun bisa”. Saksi mata bersaksi bahwa di toko terlantar tempat ditemukan mayat Nao san, sering terlihat anak SMP daerah tersebut keluar masuk.

Keadaan diperkuat oleh kesaksian beberapa orang yang berada dekat tempat kejadian. Mereka membenarkan bahwa di toko kosong itu banyak anak-anak maupun orang dewasa yang bermain-main di sana, seperti pada kutipan (12) dan (13) berikut ini.

12)  Chikaku no gasorin sutando no juugyouin wa “5 nen hodo mae kara haioku ni natte ite, kodomo ga asobi ni haitte iru. Naka mo daibu arasarete iru you da to shougen suru. (Asahi Shinbun, halaman 27)

Karyawan pompa bensin terdekat memberikan kesaksian bahwa “bangunan itu telah terlantar sejak kira-kira lima tahun yang lalu, anak kecil pun banyak yang bermain di sana. Keadaan di dalam sebagian besar rusak”.

13)  Genba chikaku ni sumu denki koujisaku gyouin no dansei (22) wa “naka ni wa pachinko no dai ga takusan nokotte ite, nusumi ni hairu wagamono mo iru” to hanasu.

Menurut seorang karyawan konstruksi listrik (22 tahun) yang tinggal di dekat tempat kejadian “ di dalam banyak mesin pachinko yang ditelantarkan  begitu saja, banyak anak muda yang masuk dan mencurinya”.

Selain itu, Asahi secara terus menerus memberitakan kronologi saat korban meninggal, keadaan mayat, serta dengan detail menceritakan kondisi bangunan itu, seperti pada kutipan (14) dan (15) berikut ini:

14)  Tatemono wa 3 kai tatete de, 4-5 nen mae ni heiten shita to iu. 1 kai ga pachinko ten no hooru, 2 kai gashokudou, 3 kai wa ko heya ni wakarete ita. Tatemono no garasu wa taorete, hodo sejou mo sarete orazu, dare mo dehairi dekiru joutai data. Chuusajou ni yakan, wakamono tachi ga atsumaru koto ga atta to iu. (Asahi Shinbun, hal. 1)

Bangunan terdiri atas tiga lantai, empat sampai lima tahun yang lalu toko tersebut ditutup. Lantai satu merupakan sebuah hall untuk pachinko, lantai dua adalah kantin, lantai tiga dibagi menjadi beberapa ruangan. Kaca bangunan pecah, dengan keadaan seperti itu siapa pun bisa keluar masuk. Pada waktu malam di tempat parkir pun, banyak anak muda berkumpul.

15)  Gifukenkei no shirabe dewa, tatemono wa 1 kai ga gen pachinko ten, 2 kai ga  gen shoukudou. 3 kai ni wa majikiri sareta fukusuu no heya ga ari, itai wa kono uchi no 1 heya de mitsukatta. (Asahi Shinbun, hal. 27)

Menurut penyelidikan polisi setempat, bangunan lantai satu adalah tempat pachinko, lantai dua adalah restoran Korea, lantai tiga disekat menjadi beberapa ruangan, mayat ditemukan di salah satu kamar tsb.

Asahi meminimalisasi bahkan menghilangkan sebuah fakta mengenai keberadaan korban dengan seorang pemuda di tepat ditemukannya mayat dan menonjolkan pemberitaan tentang kronologi kejadian serta keadaan  Nao san ketika ditemukan. Hal ini dibuktikan pada kutipan (10), (11), (14), (15), sedangkan Yomiuri menonjolkan fakta mengenai  keberadaan korban dengan orang lain yang diperkuat oleh kesaksian beberapa orang di dekat lokasi penemuan mayat seperti yang terdapat pada kutipan (9).
Harian Asahi meminimalisasi bahkan menghilangkan sebuah fakta bahwa korban bersama-sama dengan seseorang ketika memasuki area toko yang terlantar tersebut. Kemungkinan hal ini sudah diketahui oleh pewarta yang memberitakan masalah ini, namun pemberitaan pada Asahi sama sekali tidak menyinggung masalah ini. Sebagai gantinya, Asahi secara berulang-ulang menceritakan kronologi kejadian serta keadaan tempat di mana korban ditemukan. Menurut Eriyanto, hal seperti ini bertujuan  untuk menggiring ingatan khalayak agar melupakan sebuah fakta tentang orang yang dicurigai. (2002: 149)
Berikut ini akan divisualisasikan perbedaan kedua harian dalam membingkai berita pembunuhan lewat minimalisasi dan penonjolan peristiwa (Tabel 2).

Tabel 2  Minimalisasi dan Penonjolan Realitas Berita Pembunuhan
                         No
Pembingkaian
Bagian
Berita
Harian
Asahi
Yomiuri
1
Minimalisasi
Judul
Tidak ada HP

Teras
Tidak ada orang yang dicurigai melakukan pembunuhan
‘ Dia bersama dengan seorang pemuda” kata saksi mata, HP korban hilang
Tubuh
Keberadaan korban dengan  seorang pemuda tidak dimuat sama sekali

2
Penojolan
Judul
“Toko terlantar, siapapun bisa keluar masuk

Teras
Menceritakan secara berulang-ulang kronologi kejadian serta kondisi tempat kejadian
Ada saksi mata yang melihat keberadaan korban dengan seorang laki-laki di tempat kejadian
Tubuh
Bangunan telah ditelantarkan sejak lima tahun silam, anak kecil pun banyak yang bermain di sana, di dalam banyak mesin pachinko yang ditelantarkan, banyak anak muda yang masuk dan mencurinya

Memuat tentang keadaan keluarga korban, bahwa korban adalah seorang yatim, memiliki banyak teman dan penyayang binatang

Perbedaan Motif Kepentingan yang Melatari Pembingkaian Peristiwa
Harian Yomiuri menulis dengan huruf besar pada halaman 27 bahwa ada saksi mata yang melihat bersama-sama dengan seorang laki-laki muda. Yomiuri juga menulis bahwa laki-laki muda tersebut adalah kakak kelas korban. Namun, polisi belum memastikan pemuda tersebut sebagai pelakunya karena pembunuhan itu sendiri juga belum diketahui motifnya.
Harian Asahi selalu memuat kaliamat karena tokonya terlantar dan kuncinya rusak, maka siapa pun bisa keluar masuk dengan mudah. Kalimat senada juga ditemukan pada judul berita yang besar pada halaman 27 dan tubuh berita. Asahi sama sekali tidak menyebut-nyebut keberadaan korban dengan seorang pemuda. Sejak halaman pertama hingga penutup berita, Asahi membingkai kejadian ini seperti sebuah cerita, yaitu ketika korban kali terakhir pulang sekolah dengan teman-temannya, lalu pergi ke pusat perbelanjaan dalam kota, berpisah dengan teman-temannya, sampai dengan keadaannya ketika ditemukan telah meninggal di sebuah pachinko kosong dua hari kemudian. Teks demikian amat potensial untuk menggiring pembaca mengambil sikap tidak fair (Jupriono & Muslich, 2007).
Orang yang dicurigai sebagai pelaku akan semakin tersamarkan atau bahkan hilang dari ingatan pembaca; pembaca lebih fokus pada alur cerita korban yang sejak 19 menghilang. Dengan menulis: siapapun bisa keluar masuk, harian Asahi seakan-akan menggiring pembaca untuk menafsirkan bahwa pelaku atau orang-orang yang dicurigai semakin meluas.  Dengan pemberitaan semacam ini, Asahi cenderung memancing pembaca untuk berfikir tanpa sadar menyalahkan korban yang telah bermain-main di toko yang terlantar itu.
Harian Yomiuri lebih berempati pada korban (cf. Jupriono, 2007) dengan menulis fakta bahwa Nao san adalah seorang yatim, dia tinggal hanya dengan ibu dan saudara laki-lakinya. Selain itu, dia adalah seorang anak yang baik dan penyayang binatang yang diperkuat oleh kesaksian teman perempuan tetangganya, seperti pada kutipan berikut ini:

16)  kenkei ni yoru to, Nao san wa, hahaoya no Keiko san (40) to ani (15) no san nin kazoku. Keiko san wa inshokuten wo keiei shi, onna de hitotsu de futari no kodomo wosodatete ita. Chijin ni yoru to, ani to mo nakama ga yoku, ani no tomodachira tomo ni karaoke ni iku koto mo atta to iu. (Yomiuri, hal. 27)

Menurut polisi, keluarganya ada tiga orang.Nao san, ibunya yaitu Keiko san (40), dan kakak laki-lakinya (15). Keiko san adalah seorang pengelola restoran, wanita tersebut membesarkan kedua anaknya seorang diri. Menurut orang yang mengenal mereka, hubungan kakak beradik itu baik, dia juga sering berkaraoke dengan teman-teman kakaknya.

17)  Shougakkou no koro kara doubutsu suki de, jitaku dewa inu ya niwatori wo katte ita. “shourai wa juuishi ni naritai” to hanashite ita to iu. Kinjou no jousei wa “hito natsukokute ii ko data no ni” to namida nagara ni katta. (Yomiuri, hal. 27)

Sejak SD sangat suka binatang, dia memelihara anjing dan ayam di rumahnya. Nantinya ingin menjadi dokter hewan” katanya. Kata anak permpuan tetangganya. “Padahal ia adalah anak yang baik”. Dia berkata sambil menitikkan air mata.

Dengan pemberitaan yang dilakukan oleh kedua surat kabar ini, motif yang disembunyikan oleh Asahi adalah pelaku atau orang yang dicurigai sebagai tersangka dihilangkan dan lebih menonjolkan  pemberitaan mengenai keberadaan korban di toko kosong itu, serta cara korban meninggal dan situasi tempat kejadian sehingga cenderung merugikan korban. Sementara itu, Yomiuri lebih jeli dan cermat dalam data daripada Asahi dengan memberitajan mengenai orang yang dicurigai sebagai pembunuh.
 Perbedaan motif yang melatarbelakangi pembingkaian berita pembunuhan di antara kedua aharian tersebut divisualisaskian pada table 3 berikut.

Tabel 3 Perbedaan Motif Berita Pembingaian Berita Pembunuhan
No
Harian
Motif
1
Asahi
Memberitakan mengenai kapan kejadian tersebut, bagaimana, dengan cara apa, namun tidak menulis orang yang dicurigai sebagai pelaku pembunuhan. Asahi dengan sengaja mempengaruhi pikiran pembaca untuk melupakan tersangka pembunuhan, mungkin dikarenakan pelakuadalah teman korban sendiri yang bersekolah di tempat yang sama. Pemberitaan Asahi cenderung menyalahkan korban. 
2
Yomiuri
Memberitakan tentang kondisi keluarga korban, penilaian orang-orang terdekat Nao san, juga orang yang dicurigai telah melakukan pembunuhan. Dengan pemberitaan semacam ini, Yomiuri cenderung berpohak kepada korban.

Sesuai dengan tujuan kegiatan jurnalistik dalam rangka mempengaruhi khalayaknya, unsur keindahan sajian produknya sangat diutamakan, dalam arti dapat diminati dan dinikmati. Karena itu, dibentuk dalam berbagai jenis, berita pun disajikan dengan konstruksi tertentu. Tanpa sadar, pewarta itu sendiri bisa menghilangkan satu peristiwa yang dianggap tidak penting. Bisa juga, wartawan yang juga merupakan anggota kelompok sosial dalam masyarakat meyakini bahwa dia tidak perlu memuat suatu peristiwa karena dia merasa kasihan atau memihak pada tersangka karena korban masih di bawah umur (cf. Suhandang, 2004:115).

KESIMPULAN
Setelah menganalisis berita sama yang sama pada Asahi Shinbun dan Yomiuri Shinbun, ternyata kedua surat kabar mempunyai frame yang berbeda dalam memberitakan fakta yang sama. Perbedaan tersebut yaitu, Asahi membingkai peristiwa sedemikian rupa, sehingga mengaburkan tersangka pembunuhan dan seolah-olah menyalahkan korban. Sedangkan Yomiuri, mengungkap sebuah fakta mengenai orang–orang yang dicurigai melakukan pembunuhan dan lebih berpihak pada korban dengan menulis bahwa korban adalah anak yatim, sehingga mengajak pembaca untuk bersimpati kepadanya. Yomiuri tidak bersikukuh pada objektivitas—seperti dalam tradisi positivisme dan linguistik deskriptif (cf. Jupriono & Muslich, 2007). Yang dijalankan adalah apa yang dalam studi kritis lazim disebut sebagai “etika partisipatoris” (participatory ethic), yang berpihak pada korban, subalternan, dan kelompok lemah dan dilemahkan oleh struktur sosial yang tidak adil, terutama dalam masyarakat kapitalistik (cf. Jupriono, 2007).
Dengan pemberitaan surat kabar semacam ini, menulis analisis framing diharapkan khalayak pembaca bisa menyikapi sebuah berita dengan lebih bijaksana dan disarankan untuk mencari berita pembanding.

DAFTAR PUSTAKA
Abrar, A.N. 2000. “Media dan Minimnya Semangat Kesetaraan Gender”. Pantau No. 08, Maret. April 2007: 71-76
Bungin, B.. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Eriyanto. 2002. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LKiS
Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS
Jupriono, D. 2004. “Penelitian Sosiolinguistik dan Analisis Wacana: Dasar-dasar Aplikasi Pendekatan Kritis”. (Untuk kalangan sendiri). Surabaya: Fakultas Sastra Untag.
Jupriono, D. 2007. “Analisis Wacana Deskriptif vs Analisis Wacana Kritis: Dampaknya terhadap Analisis Teks”. Materi Pelatihan Penelitian Dasar II untuk Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP. LPPKM Untag Surabaya, Oktober 2007.
Juprionio, D. & Masnur Muslich. 2007. “Objektivitas dan Rasionalitas Ragam Bahasa Ilmiah”. Parafrase VII/01 Februari 2007.
Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Suhandang, Kustadi. 2004. Pengantar Jurnalistik Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik. Bandung: Yayasan Nuansa Cendikia.
Tim LSPS. 2000. “Framing Analysis: ‘Udang’ di Balik Berita”. Sendi No. 2 April Juni 2000: 37-42
Tim LSPS. 2000a. “Framing Analysis Berita Pidato Politik Megawati”. Sendi No. 3 2000: 11-67



Posting Komentar