Analisis Framing Berita Pembunuhan dalam Asahi Shinbun dan Yomiuri Shinbun


Wahyu Setiorini
alumni Prodi Bahasa Jepang, Fakultas Sastra,
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Parwati Hadi Noorsanti
dosen Prodi Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya (FIB);
peneliti pada Pusat Kajian Budaya Jepang, Universitas Airlangga (Unair),
Surabaya
D. Jupriono
dosen Fakulaltas Sastra dan FISIP; peneliti pada Pusat
Kajian Media Massa dan Media Komunikasi Tradisional (PKM3KT), LPPKM; Universitas
17 Agustus 1945 Surabaya
Abstrak. Fokus umum riset ini adalah perbedaan
pembingkaian berita pembunuhan antara harian Asahi Shinbun dan Yomiuri
Shinbun. Secara lebih khusus, akan ditelaah pembingkaian lewat: (a) pilihan
kata (simbol) serta penonjolan atau minimalisasi realitas yang dilakukan dalam
judul, teras, dan tubuh berita; (b) motif yang melatarbelakangi pembingkaian
peristiwa kedua surat kabar tersebut. Data penelitian, yang berupa berita
pembunuhan terhadap seorang gadis yang dimuat pada harian Asahi Shinbun dan Yomiuri
Shinbun,dikaji dengan analisis pembingkaian (framing analysis, sebagai salah satu Critical Discourse Analysis. Temuan penelitian ini adalah: Asahi mengaburkan tersangka pembunuhan
dan seolah-olah menyalahkan korban, sedang Yomiuri
mengungkap fakta orang–orang yang dicurigai melakukan pembunuhan dan lebih
berpihak pada korban. Asahi bersikukuh
pada objektivitas dalam tradisi positivisme dan linguistik deskriptif, sedang Yomiuri menjaga “etika partisipatoris” (participatory ethic), yang berpihak pada
korban, subalternan, dan kelompok lemah dan dilemahkan oleh struktur sosial
yang tidak adil, terutama dalam masyarakat kapitalistik.
Kata Kunci: analisis framing, minimalisasi, pembingkaian
peristiwa, critical discourse analysis,
participatory ethic
PENDAHULUAN
Analisis
framing diterapkan untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor,
kelompok , dll.) dibingkai media melalui proses konstruksi. Di sini, realitas sosial
dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu, dan peristiwa dipahami dengan
bentukan tertentu. Analisis framing bukan hanya bagian dari teknis jurnalistik,
tetapi lebih dari itu juga menandakan bagaimana peristiwa tersebut dimaknai dan
ditampilkan (Eriyanto, 2002: 3).
Ada
dua esensi utama framing. Pertama, bagaimana peristiwa dimaknai, bagian mana
yang diliput dan mana yang tidak diliput. Kedua, bagaimana fakta itu ditulis.
Aspek ini berhubungan dengan pemakaian kata, kalimat, dan gambar untuk
mendukung gagasan. Dengan adanya kesadaran akan esensi ini, seyogianya para
wartawan sadar bahwa mereka tidak sepenuhnya objektif, adil, dan netral dalam
memberitakan suatu peristiwa, seperti yang mereka klaim selama ini bahwa berita
yang mereka hadirkan merupakan suatu realitas.
Di
Indonesia penelitian analisis framing tergolong relatif baru, utamanya dalam
disiplin ilmu komunikasi. Dalam disiplin linguistik, analisis framing sebagai
bagian dari analisis wacana masih jarang ditemui. Mempertimbangkan kelangkaan
tersebut, dalam riset ini sengaja dipilih analisis framing untuk membedah isi
berita dalam Asahi Shinbun dan Yomiuri Shinbun.
Dalam
penelitian ini, masalah yang dibahas adalah sebagai berikut. Bagaimanakah
pembingkaian peristiwa lewat pilihan kata (simbol), penonjolan, minimalisasi,
dan motif kepentingan terhadap berita pembunuhan pada harian Asahi Shinbun dan Yomiuri Shinbun?
LANDASAN TEORETIS
Analisis Wacana Kritis
Wacana
dalam perspktif AWK dipahami sebagai penggunaan bahasa sebagai praksis sosial
(Fairclough dalam Jupriono, 2004). Wacana dalam AWK versi Fairclough akan
dilihat secara simultan sebagai tiga
dimensi, yaitu (1) teks bahasa, lisan maupun tulis; (2) praksis kewacanaan,
yaitu produksi dan interpretasi teks, dan; (3) praksis sosiokultural, yakni
perubahan masyarakat, lembaga, budaya yang menentukan bentuk dan makna wacana.
Wacana
membentuk dan mengkonstruksikan peristiwa tertentu dan gabungan dari
peristiwa-peristiwa tersebut ke dalam narasi yang dapat dikenali oleh
kebudayaan tertentu.
Analisis
wacana kritis (AWK) mendasarkan diri pada penafsiran peneliti pada teks. Hal
ini sangat berbeda dengan analisis isi kuantitaif (positivistik) yang
menghindari penafsiran. AWK lebih ke penafsiran karena dengan penafsiran, teks
bias lebih didalami serta makna yang ada di baliknya dapat disingkap (Santoso,
2000).
Kelahiran
AWK bertujuan menyempurnakan analisis wacana (struktural, deskiptif) sebelumnya
agar lebih relevan dengan merobohkan batas-batas kontrol akademis dan masuk ke
dalam bidang-bidang sosiopolotik. Sangat disadari bahwa wacana hanyalah gejala
dari persoalan yang lebih besar, lebih mendesak, semacam ketidaksetaraan,
perbedaan kelas, ketimpangan gender, rasialisme, dominasi, subordinasi yang
melibatkan lebih daripada sekedar teks dan tuturan (van Dijk, dalam Jupriono,
2007). Oleh karena itu, AWK berusaha berperan serius dalam wacana ketimpangan
gender, laporan dan pemberitaan media massa, undang-undang kekuasaan dalam
wacana otoritas, komunikasi lintas budaya, wacana politik dan birokrasi, tanya
jawab pengadilan, wawancara dokter-pasien, dimana terdapat relasi kekuasaan
yang tidak setara antarpartisipan komunikasi (Jupriono, 2004: 19).
Fokus Kajian AWK
Critical Linguistik memusatkan
analisis wacana pada bahasa dan menghubungkan dengan ideologi. Kajian AWK
melihat bagaimana kosakata dan gramatika bahasa membawa posisi dan makna
ideologi tertentu. Dengan kata lain, aspek ideologi ini diamati dengan melihat
pilihan bahasa dan struktur tata bahasa yang dipakai (Abrar, 2000). Oleh karena
itu, yang perlu dikritisi adalah pemakaian bahasa yang ditampilkan oleh media.
Proses ini sangat berhubungan dengan pemakaian bahasa dalam menuliskan realitas
untuk dibaca oleh khalayak.
Pada
umumnya terdapat tiga cara yang dilakukan pekerja media massa ketika menampilkan realitas dalam
bentuk berita. Ketiga cara tersebut adalah: (1) pilihan kata (simbol), (2)
penonjolan atau penghilangan realitas dalam konstruksi pembingkaian berita, dan
(3) motif kepentingan yang mendasari penulisan berita (Sobur, 2001: 167; cf.
Jupriono, 2007).
Konsep Dasar Analisis Framing
Analisis
framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada dalam kategori
penelitian konstruksionis yang dalam hal ini merupakan analisis kritis terhadap
suatu teks atau berita. Paradigma ini memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi hasil
dari konstruksi. Oleh karena itu, konsentrasi analisis pada paradigma
konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut
dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk (Eriyanto, 2002: 20).
Ada dua
aspek dalam framing. Pertama, pemilihan fakta atau realitas. Kedua, penulisan
fakta. Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi bahwa wartawan tidak
mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta selalu
terkandung dua kemungkinan: apa yang dipilih dan apa yang dibuang. Bagian mana
yang ditekankan dalam realitas, bagian mana dari realitas yang diberitakan dan
mana yang tidak diberitakan (Eriyanto, 2002: 67).
Framing
umumnya ditandai dengan menonjolkan aspek tertentu dari realitas. Dalam penulisan
sering disebut sebagi fokus. Berita secara sadar atau tidak diarahkan pada
aspek tertentu (Sobur, 2001). Akibatnya ada aspek lainnya yang tidak
mendapatkan perhaian yang memadai. Pemberitaan suatu peristiwa dari perspektif
politik, misalnya mengabaikan aspek lain ekonomi, sosial, dan sebagainya.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini menggunakan pendekatan konstruktivisme. Pendekatan ini memandang bahasa
bukan alat untuk memahami realitas objek belaka dan yang dipisahkan dari subjek
sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor
sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan –hubungan sosialnya. Dalam hal
ini, subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud
tertentu dalam setiap wacana. Bahasa dipahami dalam paradigma ini diatur dan
dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada
dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri
serta pengungkapan jati diri pembicara. (cf. Tim LSPS, 2000).
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskritif kualitatif. Dalam
penelitian deskritif kualitatif, analisis isi dipilih untuk melihat keajegan
isi komunikasi secara kualitatif, pada bagaimana peneliti memaknakan isi
komunikasi, membaca simbol-simbol, memaknakan isi interaksi simbolik yang
terjadi dalam komunikasi (Bungin, 2004: 174).
Untuk
mendapatkan data yang akurat, teknik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
teknik dokumentasi (Moleong, 1990). Data dikumpulkan dari teks berita yang
didapat pada Asahi Shinbun dan Yomiuri Shinbun, yakni berita yang sama
pada tanggal yang sama diterbitkan oleh kedua surat kabar. Untuk menemukan data
penelitian, peneliti membaca, membandingkan dan mengelompokan teks berita
tersebut, lalu menerjemahkan berita-berita tersebut ke dalam bahasa Indonesia.
Data
dalam penelitian ini dianalisis dengan dengan teknik analisis framing.
Instrumen analisis yang dipakai adalah instrument kreatif (human instrument) (Hasan, 1990). Adapun langkah-langkah analisis
data adalah sebagai berikut: (1) Menafsirkan maksud yang berada di balik
pilihan kata pada judul, teras, dan tubuh berita pembunuhan, dan penculikan pada
harian Asahi Shinbun dan Yomiuri Shinbun. (2) Membaca dua berita
yang bertema sama pada kedua surat kabar lalu
membandingkan judul, fokus, serta tubuh berita, sehingga akan diketahui berita
apa saja yang diminimalisasi serta ditonjolkan oleh masing-masing surat kabar. (3) Menafsirkan
perbedaan motif kepentingan antara Asahi
Shinbun dan Yomiuri Shinbun.
ANALISIS DATA
Pembingkaian Berita Pembunuhan
Sari Berita Pembunuhan
Pada 22
April 2006, Asahi Shinbun dan Yomiuri Shinbun mengangkat fakta
pembunuhan terhadap seorang siswa SMP di Nakatsugawashi yang dilakukan di
sebuah gedung kosong bekas tempat pachinko.
Bangunan tempat korban dibunuh sudah ditelantarkan sejak lima tahun sebelumnya. Nao san (13 tahun ) adalah seorang siswi SMP
kelas dua di Nakatsugawashi. Ibunya,
Shimizu Keiko san (40 tahun), merupakan
seorang pengusaha restoran setempat. Gadis itu menghilang sejak tanggal 19
malam dan ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa di salah satu ruangan lantai
tiga bangunan kosong tersebut. Ketika ditemukan oleh petugas, ia masih
mengenakan seragam senam sekolahnya lengkap dengan sneaker putih. Di lehernya ada bekas lilitan dan darah mengalir dari kepalanya. Sampai
saat berita ini diturunkan belum diketahui motif dan pelaku pembunuhan
tersebut.
Analisis Framing Berita
Pembunuhan
Penggunaan Kata (Simbol) dalam Judul, Teras, dan Tubuh Berita pada
Asahi Shinbun dan Yomiuri Shinbun
Pemilihan
kata yang dilakukan dalam berita pembunuhan terhadap siswi SMP tersebut pada Asahi dan Yomiuri adalah sebagai berikut (kutipan 1,2)
1) Chuu
2 Onnanoko Korosareru (Asahi shinbun, halaman 1)
Siswi SMP kelas 2 dibunuh (judul)
Akitenpo itai hakken. Fumei 2
nichi taishochaku sugata
2 hari tidak diketahui keberadaannya, mayatnya
ditemukan di sebuah toko kosong dengan masih menggunakan seragam senam (sub
judul)
2) Chuu
2 Onnanoko Korosareru (Yomiuri Shinbun, halaman 1)
Siswi SMP kelas 2 dibunuh (judul)
Akitenpo nai itai de hakken.
Juukyuu yuu kara fumei.
Sejak tanggal 19 malam tidak diketahui keberadaannya,
mayatnya ditemukan di dalam toko kosong (sub judul)
Pada
dasarnya pemilihan kata dalam judul yang dilakukan oleh kedua surat kabar adalah sama. Bedanya, pada Yomiuri judul “ Siswi SMP Kelas 2
dibunuh” diberi aksentuasi kotak, sehingga akan mendapatkan perhatian dari
pembaca. Selain foto korban, juga dimuat sebuah peta kecil yang menunjukkan
tempat Nao san ditemukan, stasiun
kereta, rumah korban, serta sekolahnya. Sebuah foto besar yang menampilkan tempat
kejadian juga menempati halaman pertama Yomiuri Shinbun.
Pada Asahi Shinbun, selain foto korban, hanya
dimuat sebuah peta kecil yang juga menunjukkan tempat kejadian. Asahi
menekankan kata dua hari pada judul
halaman pertama. Dengan menggunakan kata “Dua Hari Tidak Diketahui
Keberadaanya”, pambaca akan berkonsentrasi pada lama waktu korban tidak
ditemukan.
Berita di
hal. 1 dilanjutkan di hal. 27 pada kedua surat kabar, sbb. (kutipan 3--6)
3)
Pachinko dai no tounan mo chuukousei no
sugata tabitabi. (Asahi
Shinbun, halaman 27)
Pencuri mesin pachinko
pun kelihatan seperti murid SMP. (judul)
4)
Haitenpo, dare demo dehairi.
Toko terlantar, siapa pun bisa keluar masuk. (sub
judul)
5)
“Wakai otto to issho” mokugeki. (Yomiuri
Shinbun, halaman 27)
“Dia bersama seorang pemuda”, kata saksi mata (judul)
6)
Keitai denwa mitsukarazu. Aki
tempo, kagi kowareta mama.
HPnya tidak ditemukan. Kunci toko kososng itu rusak.
(sub judul)
Judul
pada halaman 27 harian Asahi
mengaburkan pelaku pembunuhan, yaitu dengan menulis “siapa pun bisa keluar
masuk”. Artinya orang yang dicurigai sebagai pelaku menjadi meluas. Di halaman
itu juga dimuat foto bangunan pachinko
dengan ukuran besar serta sebuah peta kecil yang menunjukkan rumah korban, pachinko, sekolah serta stasiun kereta
dekat tempat korban diketahui keberadaannya untuk kali terakhir. Sementara, Yomiuri lebih menegaskan kemungkinan
pelaku adalah seorang laki-laki muda lewat judul halaman 27 yaitu, “Dia
bersama-sama dengan seorang pemuda” kata saksi mata. Dilanjutkan dengan “HPnya
tidak ditemukan . Kunci toko itu rusak.” Dengan kenyataan bahwa kunci toko
rusak, ada kesempatan bagi korban maupun pelaku untuk keluar masuk dengan
mudah.
Ketika
Asahi memuat tulisan “Toko terlantar
, siapapun bisa keluar masuk”, akan semakin mengaburkan siapa pelaku sebenarnya
karena pembaca diajak berfikir siapa saja bisa keluar masuk tempat kejadian.
Harian Yomiuri, selain memuat peta
kecil, juga memasang foto besar pada halaman 27, yaitu foto dari udara jarak
antara tempat kejadian dan sekolah yang diberi aksentuasi lingkaran pada kedua
tempat itu.
Dalam
hal pemilihan kata pada teras berita, kedua surat kabar sama-sama menceritakan
bahwa pada 21 April 2006 pukul 14.20 ditemukan mayat siswi SMP di pachinko yang berada dalam bangunan
kosong, seperti kutipan berita (7 dan 8 ).
7) Nijuuichi
nichi gogo niji nijuppun goro, Gifuken Nakatsugawashi Nakatsugawa no pachinko
ten akitenpo nai de, doushi, inshokuten shokudo Shimizu Keiko san (40) no
choujou, Nao san (13) (Doushiritsudai ni chuugaku 2 nen) ga, atamabu kara chi
wo nagashi, kubi wo nuno de shimerareta joutai de shinde iru no wo, Nao san no
yukue wo sagashite ita kekkei Nakatsugawa shoin ga hakken shita.
Pada tanggal 21 sekitar pukul 2.20 siang, di pachinko di Gifuken
Nakatsugawashi Nakatsugawa yang berada dalam bangunan kosong, petugas menemukan
mayat seorang siswi SMP Douritsudai kelas 2 yaitu Nao san (13) anak perempuan
pertama dari Shimizu Keiko san (40)
seorang pengusaha restoran di kota yang
sama. Dia ditemukan di tempat kejadian dalam keadaan leher terjerat oleh tali, darah mengalir dari bagian kepala.
8) Nijuuichi
nichi gogo ni nijuppun goro, Gifuken Nakatsugawashi Nakatsugawa no pachinko ten ga haitte ita akitenpo nai de,
shojou ga shibou shite iru no wo kenkei Natsugawa no shoin ga mitsuketa. Itai
wa doushi Nakatsugawa, inshokuten shokudou Shimizu Keiko san (40) no choujou de
doushiritsudai ni chuugakkou 2 nen no Nao san (13) de, sousaku onegai ga dete
ita. Kubi ni ha nunojou no mono ga makitsukerarete shimerareta seki ga aru koto
nado kara, kenkei wa kousatsu ni yoru satsujin jiken to mite, Nakatsugawa ni
tokubetsu sousa honbu wo secchishi, yaku 100 nin taisei de sousa ni noridashita.
Pada tanggal 21 kira-kira pukul 2.20 siang, di pachinko Gifuken Nakatsugawashi Nakatsugawa yang ada di dalam toko
kosong, petugas kepolisian Nakatsugawa menemukan mayat seorang gadis. Mayat itu
adalah Nao san (13) anak perempuan
pertama dari pengelola rumah makan
bernama Shiizu Keiko san (40),
dia memohon untuk dilakukan penyelidikan . Di leher korban ditemukan ada bekas
ikatan kain, menurut petugas ini adalah peristiwa pembunuhan. Di Nakatsugawasho
dibentuk satuan khusus, sekitar 100
orang diterjunkan untuk menyelidiki kasus ini.
Selanjutnya,
setelah menceritakan bagiamana mayat ditemukan serta kondisi tubuh korban,
harian Yomiuri menuliskan seorang
saksi mata yang melihat korban bersama seorang laki-laki muda di dekat toko
yang kosong itu pada tanggal 19 malam.
Harian
Asahi terus menerus memberitakan keadaan tempat kejadian, kronologi sejak Nao san menghilang sampai dengan kondisinya
setelah menjadi mayat (kutipan (9), (10).
9)
(19 nichi yoru, akitenpo chikaku de, Nao san
ga, wakai otoko to isshoni iru no wo mokugeki shita hito ga ori, kenkei de wa,
naniraka no shitte iru kanousei mo aru to mite, Nao san no kouyuu kankei wo
chuushin ni shirabete iru.)
Pada tanggal 19 malam, ada saksi mata yang mengatakan bahwa Nao san bersama seorang laki-laki muda berada
di dekat toko yang kosong itu. Petugas mencari tahu apa saja yang diketahui
oleh teman-teman Nao san mengenai
keadaan ini.
10) (Touge
kouji ni kite ita taisouchaku no mama shojou no itai ga mitsukatta no wa, mado
garasu mo taoreta moto pachinko ten no haioku datta. Gifuken Nakatsugawashi no
chuugaku 2 nen Shimizu Nao san (13) ga
12 nichi, jitaku kara 2 kiro hodo no basho de mitsukattan satsugai jiken. 19 nichi yuu ni shinai no oogata
shougyou shisetsu de yuujin to wakarete irai, yukue ga wakaranaku natta to iu.
“tonikaku akaraui ko data” to kanojou no yuujin wa hanasu. Shojou wa naze
korosareta no ka.)
Ketika ditemukan, mayat gadis itu mengenakan pakaian senam, di toko
pachinko yang sudah terlantar, kaca jendela pun pecah. Pada 21 Nao san (13 tahun) murid kelas 2 SMP Gifuken
Nakatsugawashi, ditemukan terbunuh di tempat kejadian yang berjarak dua
kilometer dari rumahnya. Pada tanggal 19 malam di pusat perbelanjaan dalam kota
sejak berpisah dengan temannya, tidak diketahui lagi keberadaannya. Kata teman perempuannya
“dia adalah gadis periang. Kenapa gadis itu dibunuh?”
Pada
judul halaman pertama, Asahi
menekannkan klausa dua hari tidak
diketahui keberadaannya (fumei 2 nichi), sehingga pembaca diajak
berkonsentrasi pada lama waktu korban meninggal sebelum ditemukan, sedangkan Yomiuri menuliskan pada judul: sejak tanggal 19 malam tidak diketahui
keberadaanya (19 yuu kara fumei). Tentu saja persepsi pembaca akan
berlainan satu sama lain apabila hanya menbaca judul berita saja. Yomiuri pada halaman 27 memuat judul
bahwa korban bersama-sama dengan seorang
pemuda seperti pada kutipan (5), sedangkan Asahi sama sekali tidak menyebut tentang pemuda yang bersama-sama
dengan korban di tempat kejadian. Dengan demikian, fakta bahwa korban datang bersama seorang laki-laki dikaburkan oleh
penulisan judul pada Asahi, yaitu keadaan toko yang kosong, sehingga siapa pun
bisa keluar masuk, seperti pada kutipan (4).
Pada
teras berita yang ada pada Asahi
maupun Yomiuri sama-sama menulis
kronologi waktu dan tempat korban menghilang sampai dengan ditemukan telah
meninggal di sebuah toko kosong seperti pada kutipan (7) dan (8).
Pada
tubuh berita, Yomiuri kembali
menuliskan keberadaan seorang laki-laki yang bersama-sama dengan korban seperti pada kutipan (9), sedangkan Asahi bahkan sama sekali tidak menulis
mengenai keberadaan korban dengan orang lain, namun kembali menuliskan
kronologi korban meninggal, seperti pada kutipan (8). Dengan menceritakan secara berulang-ulang kronologi kejadian,
pembaca diajak untuk berempati, merasa terenyuh, sehingga pelaku maupun
orang-orang yang dicurigai pun akan luput dari pemikiran masyarakat.
Untuk
mempermudah pemahaman atas perbedaan pembingkaian lewat penggunaan kata dalam kedua harian, berikut ini disajikan
visualisasinya (Tabel 1).
Tabel 1 Pembingkaian lewat pilihan kata (simbol)
berita pembunuhan
No
|
Bagian
Berita
|
Harian
|
|
Asahi
|
Yomiuri
|
||
1
|
Judul
|
Dua hari
|
Sejak tanggal 19 malam tidak diketahui
keberadaanya
|
2
|
Teras
|
Toko kosong, siapa pun bisa keluar masuk
|
Bersama seorang pemuda
|
3
|
Tubuh
|
Bersama seorang pemuda
|
Dalam
perspektif analisis framing, pemilihan kata dua
hari, siapa pun , dan seorang pemuda, bukan sesuatu yang wajar
alamai begitu saja. Sebagai sebuah kata yang dipilih, deretan kata-kata ini
memicu makna dan maksud tertentu di mata pembacanya. Maka, realitas yang
ditangkap pembaca sesungguhnya sudah dikonstruksi oleh media, atau wartawan
yang menuliskan berita pembunuhan itu. (cf. Eriyanto, 2002: 67).
Pemakaian
kata-kata tersebut –dan bukan kata lainnya-- tanpa disadari pembaca sesungguhnya
meupakan upaya pembingkaian realitas yang diberitakan (Abrar, 2000). Dalam hal
ini, harian Asahi dan Yomiuri tidaklah memproduksi berita,
tetapi lebih mengarahkan dan menentukan (to
define) pemberitaan tentang pembunuhan Nao san di pachinko tersebut
(cf. Eriyanto, 2001). Maka, apa yang disebut ‘objektif’ dalam pemberitaan
–seperti yang diyakini awam selama ini-- sesungguhnya sudah berlumur dengan
subjektifitas media (Sobur, 2001).
Penonjolan atau Minimalisasi Realitas dalam Judul, Teras, dan Tubuh
Berita
Harian
Asahi meminimalisasi sebuah fakta bahwa dalam kasus tersebut seharusnya ada
pelaku atau orang yang dicurigai sebagai pelaku pembunuhan. Dengan menulis
bahwa toko tersebut terlantar, siapa pun bisa keluar masuk, pembaca akan
menginterpretasikan bahwa hal tersebut juga salah korban sendiri karena telah bermain di sana. Penulisan itu juga
semakin memperluas daftar orang yang dicurigai karena kenyatannya banyak yang
memasuki tempat itu, seperti pada kutipan (4). Kemudian, pada teras berita ditulis
(kutipan 11 & 12):
11) hairi
guchi tobira no garasu wa taorete ita. “Hairu ki ni ireba, dare demo hareta”
Nao san ga itai de mitsukatta haitenpo de wa, jimoto no chuukosei ga dehairi
suru sugata ga tabitabi mokugeki sarete ita. (Asahi Shinbun, halaman 27).
Kaca pintu masuk di halaman depan telah pecah. “Kalau
ingin masuk, siapa pun bisa”. Saksi mata bersaksi bahwa di toko terlantar
tempat ditemukan mayat Nao san,
sering terlihat anak SMP daerah tersebut keluar masuk.
Keadaan
diperkuat oleh kesaksian beberapa orang yang berada dekat tempat kejadian.
Mereka membenarkan bahwa di toko kosong itu banyak anak-anak maupun orang
dewasa yang bermain-main di sana,
seperti pada kutipan (12) dan (13) berikut ini.
12) Chikaku
no gasorin sutando no juugyouin wa “5 nen hodo mae kara haioku ni natte ite,
kodomo ga asobi ni haitte iru. Naka mo daibu arasarete iru you da to shougen
suru. (Asahi Shinbun,
halaman 27)
Karyawan pompa bensin terdekat memberikan kesaksian bahwa “bangunan itu
telah terlantar sejak kira-kira lima tahun yang lalu, anak kecil pun banyak
yang bermain di sana. Keadaan di dalam sebagian besar rusak”.
13) Genba
chikaku ni sumu denki koujisaku gyouin no dansei (22) wa “naka ni wa pachinko
no dai ga takusan nokotte ite, nusumi ni hairu wagamono mo iru” to hanasu.
Menurut seorang karyawan konstruksi listrik (22 tahun) yang tinggal di
dekat tempat kejadian “ di dalam banyak mesin pachinko yang ditelantarkan
begitu saja, banyak anak muda yang masuk dan mencurinya”.
Selain
itu, Asahi secara terus menerus
memberitakan kronologi saat korban meninggal, keadaan mayat, serta dengan
detail menceritakan kondisi bangunan itu, seperti pada kutipan (14) dan (15)
berikut ini:
14) Tatemono
wa 3 kai tatete de, 4-5 nen mae ni heiten shita to iu. 1 kai ga pachinko ten no
hooru, 2 kai gashokudou, 3 kai wa ko heya ni wakarete ita. Tatemono no garasu
wa taorete, hodo sejou mo sarete orazu, dare mo dehairi dekiru joutai data.
Chuusajou ni yakan, wakamono tachi ga atsumaru koto ga atta to iu. (Asahi Shinbun, hal. 1)
Bangunan terdiri atas tiga lantai, empat sampai lima tahun yang lalu
toko tersebut ditutup. Lantai satu merupakan sebuah hall untuk pachinko, lantai dua adalah kantin,
lantai tiga dibagi menjadi beberapa ruangan. Kaca bangunan pecah, dengan
keadaan seperti itu siapa pun bisa keluar masuk. Pada waktu malam di tempat
parkir pun, banyak anak muda berkumpul.
15) Gifukenkei
no shirabe dewa, tatemono wa 1 kai ga gen pachinko ten, 2 kai ga gen shoukudou. 3 kai ni wa majikiri sareta
fukusuu no heya ga ari, itai wa kono uchi no 1 heya de mitsukatta. (Asahi Shinbun, hal. 27)
Menurut penyelidikan polisi setempat, bangunan lantai satu adalah
tempat pachinko, lantai dua adalah
restoran Korea, lantai tiga disekat menjadi beberapa ruangan, mayat ditemukan
di salah satu kamar tsb.
Asahi
meminimalisasi bahkan menghilangkan sebuah fakta mengenai keberadaan korban
dengan seorang pemuda di tepat ditemukannya mayat dan menonjolkan pemberitaan
tentang kronologi kejadian serta keadaan
Nao san ketika ditemukan. Hal
ini dibuktikan pada kutipan (10), (11), (14), (15), sedangkan Yomiuri menonjolkan fakta mengenai keberadaan korban dengan orang lain yang
diperkuat oleh kesaksian beberapa orang di dekat lokasi penemuan mayat seperti
yang terdapat pada kutipan (9).
Harian
Asahi meminimalisasi bahkan menghilangkan
sebuah fakta bahwa korban bersama-sama dengan seseorang ketika memasuki area
toko yang terlantar tersebut. Kemungkinan hal ini sudah diketahui oleh pewarta
yang memberitakan masalah ini, namun pemberitaan pada Asahi sama sekali tidak menyinggung masalah ini. Sebagai gantinya, Asahi secara berulang-ulang menceritakan
kronologi kejadian serta keadaan tempat di mana korban ditemukan. Menurut Eriyanto,
hal seperti ini bertujuan untuk
menggiring ingatan khalayak agar melupakan sebuah fakta tentang orang yang
dicurigai. (2002: 149)
Berikut
ini akan divisualisasikan perbedaan kedua harian dalam membingkai berita
pembunuhan lewat minimalisasi dan penonjolan peristiwa (Tabel 2).
Tabel 2
Minimalisasi dan Penonjolan Realitas Berita Pembunuhan
No
|
Pembingkaian
|
Bagian
Berita
|
Harian
|
|
Asahi
|
Yomiuri
|
|||
1
|
Minimalisasi
|
Judul
|
Tidak ada HP
|
|
Teras
|
Tidak ada orang yang dicurigai melakukan pembunuhan
|
‘ Dia bersama dengan seorang pemuda” kata saksi
mata, HP korban hilang
|
||
Tubuh
|
Keberadaan korban dengan seorang pemuda tidak dimuat sama sekali
|
|||
2
|
Penojolan
|
Judul
|
“Toko terlantar, siapapun bisa keluar masuk
|
|
Teras
|
Menceritakan secara berulang-ulang kronologi
kejadian serta kondisi tempat kejadian
|
Ada saksi mata yang melihat keberadaan
korban dengan seorang laki-laki di tempat kejadian
|
||
Tubuh
|
Bangunan telah ditelantarkan sejak lima
tahun silam, anak kecil pun banyak yang bermain di sana, di dalam banyak mesin pachinko yang
ditelantarkan, banyak anak muda yang masuk dan mencurinya
|
Memuat tentang keadaan keluarga korban, bahwa korban
adalah seorang yatim, memiliki banyak teman dan penyayang binatang
|
Perbedaan Motif Kepentingan yang Melatari Pembingkaian Peristiwa
Harian
Yomiuri menulis dengan huruf besar
pada halaman 27 bahwa ada saksi mata yang melihat bersama-sama dengan seorang
laki-laki muda. Yomiuri juga menulis
bahwa laki-laki muda tersebut adalah kakak kelas korban. Namun, polisi belum
memastikan pemuda tersebut sebagai pelakunya karena pembunuhan itu sendiri juga
belum diketahui motifnya.
Harian
Asahi selalu memuat kaliamat karena tokonya terlantar dan kuncinya rusak,
maka siapa pun bisa keluar masuk dengan mudah. Kalimat senada juga
ditemukan pada judul berita yang besar pada halaman 27 dan tubuh berita. Asahi sama sekali tidak menyebut-nyebut
keberadaan korban dengan seorang pemuda. Sejak halaman pertama hingga penutup
berita, Asahi membingkai kejadian ini seperti sebuah cerita, yaitu ketika
korban kali terakhir pulang sekolah dengan teman-temannya, lalu pergi ke pusat
perbelanjaan dalam kota, berpisah dengan teman-temannya, sampai dengan
keadaannya ketika ditemukan telah meninggal di sebuah pachinko kosong dua hari kemudian. Teks demikian amat potensial
untuk menggiring pembaca mengambil sikap tidak fair (Jupriono & Muslich, 2007).
Orang
yang dicurigai sebagai pelaku akan semakin tersamarkan atau bahkan hilang dari
ingatan pembaca; pembaca lebih fokus pada alur cerita korban yang sejak 19
menghilang. Dengan menulis: siapapun bisa
keluar masuk, harian Asahi seakan-akan
menggiring pembaca untuk menafsirkan bahwa pelaku atau orang-orang yang
dicurigai semakin meluas. Dengan
pemberitaan semacam ini, Asahi
cenderung memancing pembaca untuk berfikir tanpa sadar menyalahkan korban yang
telah bermain-main di toko yang terlantar itu.
Harian
Yomiuri lebih berempati pada korban (cf.
Jupriono, 2007) dengan menulis fakta bahwa Nao san adalah seorang yatim, dia tinggal hanya dengan ibu dan saudara
laki-lakinya. Selain itu, dia adalah seorang anak yang baik dan penyayang
binatang yang diperkuat oleh kesaksian teman perempuan tetangganya, seperti
pada kutipan berikut ini:
16) kenkei
ni yoru to, Nao san wa, hahaoya no Keiko san (40) to ani (15) no san nin
kazoku. Keiko san wa inshokuten wo keiei shi, onna de hitotsu de futari no
kodomo wosodatete ita. Chijin ni yoru to, ani to mo nakama ga yoku, ani no
tomodachira tomo ni karaoke ni iku koto mo atta to iu. (Yomiuri, hal. 27)
Menurut polisi, keluarganya ada tiga orang.Nao san, ibunya yaitu Keiko san (40), dan kakak laki-lakinya (15). Keiko
san adalah seorang pengelola restoran,
wanita tersebut membesarkan kedua anaknya seorang diri. Menurut orang yang
mengenal mereka, hubungan kakak beradik itu baik, dia juga sering berkaraoke
dengan teman-teman kakaknya.
17) Shougakkou
no koro kara doubutsu suki de, jitaku dewa inu ya niwatori wo katte ita.
“shourai wa juuishi ni naritai” to hanashite ita to iu. Kinjou no jousei wa
“hito natsukokute ii ko data no ni” to namida nagara ni katta. (Yomiuri, hal. 27)
Sejak SD sangat suka binatang, dia memelihara anjing dan ayam di
rumahnya. Nantinya ingin menjadi dokter hewan” katanya. Kata anak permpuan
tetangganya. “Padahal ia adalah anak yang baik”. Dia berkata sambil menitikkan
air mata.
Dengan
pemberitaan yang dilakukan oleh kedua surat
kabar ini, motif yang disembunyikan oleh Asahi
adalah pelaku atau orang yang dicurigai sebagai tersangka dihilangkan dan lebih
menonjolkan pemberitaan mengenai
keberadaan korban di toko kosong itu, serta cara korban meninggal dan situasi
tempat kejadian sehingga cenderung merugikan korban. Sementara itu, Yomiuri lebih jeli dan cermat dalam data
daripada Asahi dengan memberitajan
mengenai orang yang dicurigai sebagai pembunuh.
Perbedaan motif yang melatarbelakangi
pembingkaian berita pembunuhan di antara kedua aharian tersebut
divisualisaskian pada table 3 berikut.
Tabel 3 Perbedaan Motif Berita Pembingaian
Berita Pembunuhan
No
|
Harian
|
Motif
|
1
|
Asahi
|
Memberitakan mengenai kapan kejadian tersebut,
bagaimana, dengan cara apa, namun tidak menulis orang yang dicurigai sebagai
pelaku pembunuhan. Asahi dengan sengaja mempengaruhi pikiran pembaca untuk
melupakan tersangka pembunuhan, mungkin dikarenakan pelakuadalah teman korban
sendiri yang bersekolah di tempat yang sama. Pemberitaan Asahi cenderung
menyalahkan korban.
|
2
|
Yomiuri
|
Memberitakan tentang kondisi keluarga korban,
penilaian orang-orang terdekat Nao san, juga orang yang dicurigai telah
melakukan pembunuhan. Dengan pemberitaan semacam ini, Yomiuri cenderung
berpohak kepada korban.
|
Sesuai
dengan tujuan kegiatan jurnalistik dalam rangka mempengaruhi khalayaknya, unsur
keindahan sajian produknya sangat diutamakan, dalam arti dapat diminati dan
dinikmati. Karena itu, dibentuk dalam berbagai jenis, berita pun disajikan
dengan konstruksi tertentu. Tanpa sadar, pewarta itu sendiri bisa menghilangkan
satu peristiwa yang dianggap tidak penting. Bisa juga, wartawan yang juga
merupakan anggota kelompok sosial dalam masyarakat meyakini bahwa dia tidak
perlu memuat suatu peristiwa karena dia merasa kasihan atau memihak pada
tersangka karena korban masih di bawah umur (cf. Suhandang, 2004:115).
KESIMPULAN
Setelah
menganalisis berita sama yang sama pada Asahi
Shinbun dan Yomiuri Shinbun,
ternyata kedua surat
kabar mempunyai frame yang berbeda
dalam memberitakan fakta yang sama. Perbedaan tersebut yaitu, Asahi membingkai peristiwa sedemikian
rupa, sehingga mengaburkan tersangka pembunuhan dan seolah-olah menyalahkan
korban. Sedangkan Yomiuri, mengungkap
sebuah fakta mengenai orang–orang yang dicurigai melakukan pembunuhan dan lebih
berpihak pada korban dengan menulis bahwa korban adalah anak yatim, sehingga
mengajak pembaca untuk bersimpati kepadanya. Yomiuri tidak bersikukuh pada objektivitas—seperti dalam tradisi
positivisme dan linguistik deskriptif (cf. Jupriono & Muslich, 2007). Yang
dijalankan adalah apa yang dalam studi kritis lazim disebut sebagai “etika
partisipatoris” (participatory ethic),
yang berpihak pada korban, subalternan, dan kelompok lemah dan dilemahkan oleh
struktur sosial yang tidak adil, terutama dalam masyarakat kapitalistik (cf.
Jupriono, 2007).
Dengan
pemberitaan surat
kabar semacam ini, menulis analisis framing diharapkan khalayak pembaca bisa
menyikapi sebuah berita dengan lebih bijaksana dan disarankan untuk mencari
berita pembanding.
DAFTAR PUSTAKA
Abrar, A.N. 2000. “Media dan Minimnya Semangat Kesetaraan
Gender”. Pantau No. 08, Maret. April
2007: 71-76
Bungin, B.. 2004. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Raja Grafindo Persada
Eriyanto. 2002. Analisis
Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta:
LKiS
Eriyanto. 2001. Analisis
Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:
LKiS
Jupriono, D. 2004. “Penelitian Sosiolinguistik dan
Analisis Wacana: Dasar-dasar Aplikasi Pendekatan Kritis”. (Untuk kalangan
sendiri). Surabaya:
Fakultas Sastra Untag.
Jupriono, D. 2007. “Analisis Wacana Deskriptif vs Analisis
Wacana Kritis: Dampaknya terhadap Analisis Teks”. Materi Pelatihan Penelitian
Dasar II untuk Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP. LPPKM Untag Surabaya,
Oktober 2007.
Juprionio, D. & Masnur Muslich. 2007.
“Objektivitas dan Rasionalitas Ragam Bahasa Ilmiah”. Parafrase VII/01 Februari 2007.
Sobur, Alex. 2001. Analisis
Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Suhandang, Kustadi. 2004. Pengantar Jurnalistik Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik. Bandung: Yayasan Nuansa
Cendikia.
Tim LSPS. 2000. “Framing Analysis: ‘Udang’ di Balik
Berita”. Sendi No. 2 April Juni 2000:
37-42
Tim LSPS. 2000a. “Framing Analysis Berita Pidato
Politik Megawati”. Sendi No. 3 2000:
11-67